Pada tanggal 13 November 2008 Bank Century mengalami keadaan tidak bisa membayar
dana permintaan dari nasabah atau umumnya disebut sebagai kalah kliring. Keadaan ini membuat terjadinya
kepanikan atau rush dalam penarikan dana pada Bank Century.
Selanjutnya pada tanggal 14 November 2008 manajemen Bank Century melapor kejadian tersebut
serta ikut mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pendanaan darurat
kepada Komite Stabilitas Sektor
Keuangan (KSSK). Selanjutnya pada
tanggal 20 November 2008 Bank Indonesia (BI) melakukan penetapan status Bank Century
menjadi bank gagal. Menteri Keuangan yang dijabat oleh Sri Mulyani selaku Ketua dari Komite
Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) mengadakan rapat untuk pembahasan nasib Bank Century,
dalam rapat tersebut, Bank Indonesia (BI) diwakili oleh Gubenur
Bank Indonesia yang dijabat oleh Boediono melalui data per 31 Oktober 2008 menyatakan bahwa rasio kecukupan modal atau Capital
Adequacy Ratio (CAR) Bank Century
telah minus hingga 3,52 persen. Kemudian
dalam rapat tersebut diputuskan untuk menyerahkan Bank Century kepada Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS).
Tanggal 23 November 2008
LPS memutuskan memberikan dana talangan senilai Rp2,78 triliun untuk mendongkrak CAR menjadi 10%. Tanggal 5 Desember 2008 LPS menyuntikkan dana Rp2,2 triliun agar Bank Century memenuhi tingkat kesehatan bank.
LPS memutuskan memberikan dana talangan senilai Rp2,78 triliun untuk mendongkrak CAR menjadi 10%. Tanggal 5 Desember 2008 LPS menyuntikkan dana Rp2,2 triliun agar Bank Century memenuhi tingkat kesehatan bank.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan awal menyebutkan
adanya dugaan ada rekayasa untuk menyuntikkan dana. Pihak Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga dicurigai berusaha untuk
menutup-nutupi data aliran dana tersebut, akan tetapi kemudian dibantah oleh Yunus Husein,
Kepala Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan mengatakan bahwa telah diberikan
informasi mengenai aliran dana Bank Century sesuai dengan permintaan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Akan tetapi pada tanggal 23 November 2009 menurut Maruarar
Sirait, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ikut dalam saat penyerahan
laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Bank Century mengatakan
bahwa laporan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) tersebut tidak
menyertakan soal aliran dana Bank Century.
Tanggal 26 November 2009 Kepala Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menerangkan bahwa Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
telah menyampaikan tiga surat kepada Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai bantuan analisis transaksi. Surat
pertama yang meminta informasi mengenai aliran dana keluar, surat kedua
mengenai permintaan terkait dengan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dalam perkara dugaan penyimpangan penggunaan dana talangan yang diberikan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada Bank Century, surat ketiga Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) menindaklanjuti dengan meminta informasi aliran dana kepada
enam belas Penyedia Jasa
Keuangan (PJK)
terkait.
Karena
keterbatasan waktu audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disepakati permintaan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya sampai dua sampai dengan tiga lapis aliran
dana dari Bank Century. Hal tersebut menepis pemberitaan media yang mengatakan
bahwa sesungguhnya ada tujuh lapis aliran dana dari Bank Century. Dan harus
dipahami bahwa tujuh kali lapis aliran dana berarti berarti tujuh kali
perpindahan dana dari satu bank, ke bank lainnya, sampai dengan perpindahan
ketujuh bank lainnya. Pada perpindahan kedua dan selanjutnya bisa jadi
bercabang sehingga dapat lebih dari tujuh penyedia jasa keuangan (PJK) atau
bank. Sementara untuk mendapatkan satu lapis aliran dana saja, permintaan data
kepada penyedia jasa keuangan (PJK) memerlukan waktu beberapa minggu. Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak memiliki akses online
terhadap database penyedia jasa keuangan (PJK) sehingga untuk menelusuri aliran
dana harus melalui mekanisme permintaan informasi kepada penyedia jasa keuangan
(PJK) yang memerlukan waktu yang banyak.
Komentar :
Skandal pemberian dana talangan ke
Bank Century, dinilai sebagai salah satu kejahatan kerah putih yang sempurna di
Indonesia. Skandal ini dilakukan oleh mereka yang sedang berkuasa. Mereka
mengetahui dengan betul aturan yang bisa dimanipulasi. Skandal pemberian dana
talangan Bank Century ini menjadi kejahatan kerah putih yang sempurna karena
tak tampak sebagai kejahatan. Pelaku dari kejahatan Century ini memiliki
keahlian dan otoritas. Pro-Kontra dari kasus Bank Century cukup membuat heboh
dimana Rp 6,7 Triliun mengalir begitu saja ke dalam Bank ini. Kenaikan jumlah
uang terhadap penyelamatan untuk Bank Century ini mengakibatkan banyaknya
tudingan pada Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan sebagai penentu
kebijakan ini. Banyak orang menduga Bank Indonesia dan Departemen Keuangan ikut
bermain dalam kejahatan ini. Kemungkinan
lain adanya penyelewengan dana yang begitu besar mengalir ke kas orang-orang
tertentu yang dapat merugikan Negara ini. Banyak pihak yang meragukan kebenaran
aliran dana untuk Bank Century karena adanya benturan politis belaka. Banyak
yang menduga keputusan untuk menyelamatkan Bank Century dimaksudkan hanya untuk
menyelamatkan deposan-deposan besar, bukan untuk menyelamatkan sistem perbankan
tersebut.
Dampak dari kasus Bank Century ini
bisa timbul akibat ketidakseimbangan stabilitas politik yang akan berdampak
pada perekonomian. Apabila stabilitas pollitik tidak stabil dan begitu pula
stabilitas hukum di Indonesia maka banyak investor yang mungkin saja menarik
investasi mereka dari aset-aset di Indonesia, dan hal tersebut akan berdampak
pada sektor riil, pengangguran, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar